Suatu hari percakapan yang serius antara saya dengan anak.,"Kenapa yah teman saya yang baru naik gajinya, mengatakan kok justru naik gaji, tapi ngga ada sisa tabungan?"
Pertanyaan sederhana saja, tapi jawabannya yang agak sulit bagi saya. Terpaksa saya mengexplore beberapa pertanyaan yang berkaitan dengan gaya hidup dari teman anak saya itu.
Gaji Naik Gaya Hidup pun ikut naik:
Sebelum memberikan jawaban yang tepat kepada anak saya, saya ingin memastikan apa yang terjadi dengan gaya hidup temannya itu. "Loh, dulu sebelum gaji naik dia bisa menabung, sekarang setelah gaji naik dia ngga bisa menabung. Apa yang berubah dengan gaya hidupnya?"
Dengan santai anak saya menjawab: "iya, sekarang hampir tiap sore sebelum pulang kerja, dia ngopi dulu di Coffee shop yang mahal. Dulu sih ngga berani karena tidak ada uangnya. Sekarang dia pikir ada uang kenapa ngga "enjoy life", "jawab anak saya.
Dari satu jawaban saja saya sudah dapat menyimpulkan bahwa orang seringkali terjebak dengan pola pikir yang tidak cermat. Cara perhitungan keuangan yang tidak benar muncul, sekarang saya punya uang lebih, maka saya dapat gunakan kelebihan itu untuk membeli yang dulu tidak bisa saya beli.
Jika membeli barang atau makanan dengan harga yang lebih mahal dari standar, kita seharusnya memperhitungkan apakah kelebihan uang dari gaji itu bisa mencukupi untuk membeli gaya hidup dengan standar yang lebih tinggi.
Contohnya dulu setiap hari minum kopi di warung kopi yang harganya sekitar Rp.10,000 , tapi karena sudah naik gaji, maka berpindahlah ke Starbuck dengan harga kopi sekitar Rp.35,000. Kelebihan pembelian Rp.25,000 sehari jika dikalikan 25 hari kerja, maka totalnya sudah menjadi Rp.625,000. Belum lagi pembelian konsumtif yang lainnya yang sebenarnya bukan kebutuhan primer, hal ini membuat belanja membengkak melebihi dari jumlah kenaikan gaji.
Literasi Keuangan:
Beberapa kali berjumpa dengan anak-anak muda milineal yang sangat gandrung dengan gaya hidup zaman now. Ketika pembicaraan difokuskan kepada keuangan, bagaimana cara mereka mengelola keuangan bagi yang sudah bekerja.
Sangat sederhana pola pikirnya, uang gaji untuk kebutuhan primer dan jika sisa yah syukur-syukur bisa ditabung. Ketika ditanyakan lebih lanjut apakah mereka punya rencana keuangan jangka pendek, jangka panjang , apakah sudah punya investasi , asuransi atau dana pensiun.
Ada 3 di antara 5 anak itu menjawab bahwa mereka tidak memikirkan sejauh itu. Hidup dijalani seperti air yang mengalir saja. Jika dapat rezeki yah ditabung. Jika tidak ada bersyukur saja untuk dapat melewati hari demi hari.
Sejak kecil, pendidikan di rumah, sekolah telah memberikan literasi keuangan yang cukup. Para ibu yang membesarkan anaknya sendiri tentu mengajarkan anak bagaimana mengatur keuangan dalam skala rumah tangga, berapa yang masuk dan berapa yang ke luar. Uang itu di simpan di sebuah bank. Bagaimana keuangan di bank dikelola dengan baik.
Di sekolah pun tentunya ada pelajaran tentang literasi keuangan secara sederhana, baik itu berupa buku-buku tentang bagaimana cara menabung, membeli reksadana, obligasi, asuransi atau memberikan dana untuk hibah atau sedekah. Ada pula yang memberikan praktek langsung tentang perbankan dengan cara membuka koperasi sekolah, kantin atau berpraktek menjadi profesional sebagai teller, nasabah .
Di komunitas-komunitas yang telah bekerja-sama dengan asuransi, perbankan, OJK, sering mengadakan workshop tentang fungsi OJK, produk-produk yang dikelola dan diawasi oleh OJK .
Nach sekarang untuk Milineal pun perlu belajar tentang Financial Technology. Mudahnya penawaran pinjaman dana dari Financial Technology melalui aplikasi.
Namun, perlu diperhatikan dan dipahamai sebelum mengadakan peminjaman dengan cara memvalidasi dulu apakah Fintech itu terdaftar di OJK, pelajari syarat-syarat dan ketentuannya terutama berapa bunga yang dikenakan dan resiko jika gagal bayar berapa yang dikenakan penalti, apakah Fintech itu resmi memiliki kantor dan tempat yang dapat kita datangi jika ada masalah, gunakan dana pinjaman untuk kebutuhan produktif bukan konsumtif.
Finansial Planner:
Diharapkan mereka yang sudah bekerja , utamanya mereka yang masih muda pun harus menggunakan uang dengan bijak. Memiliki rencana keuangan dari muda supaya uang itu dapat memudahkan kita untuk mengalokasikan untuk kebutuhan primair (makan, pangan, properti), kebutuhan pendidikan untuk anak-anak, kebutuhan kesehatan dengan asuransi jika di perusahaan tidak diberikan BPJS, dan kebutuhan persiapan pensiun dini.
Tiap-tiap kebutuhan itu harus dialokasikan dengan memberikan porsi sesuai dengan pendapatan. Apabila terjadi kebutuhan mendadak, pun kita sudah punya dana cadangan. Dana cadangan yang sangat krusial adalah tiga kali gaji. Apabila terjadi hal-hal yang tidak diinginkan seperti PHK, kita masih menyimpan dana cadangan untuk mencari pekerjaan atau modal untuk usaha.
Bagi yang berkeluarga rencanakan semua kebutuhan dengan spesifik sesuai prioritasnya. Meskipun Anda sebagai milenial dengan gaji kecil pun tetap melakukan pengalokasian supaya nanti jika gaji naik, kebutuhan Anda yang makin besar harus produktif bukan konsumtif .
Copyright © 2019 BPR DP TASPEN JATENG